Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang, semakin menjadi sorotan publik setelah seorang bos PETI yang berinisial ALY mengakui keterlibatannya dalam penambangan ilegal 24 Oktober 2024.
Pengakuan ini disampaikan dalam sebuah klarifikasi yang dimuat oleh salah satu media online pada 23 Oktober 2024.
ALY, yang diketahui berdomisili di Desa Gua Boma, Kecamatan Montrado, diduga terlibat dalam kegiatan penambangan emas tanpa izin yang melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba (Mineral dan Batubara). Aktivitas ilegal ini disebut-sebut telah merugikan negara hingga mencapai triliunan rupiah.
Dalam klarifikasinya, ALY mengakui memiliki lokasi penambangan dan secara terbuka menyatakan bahwa ia terlibat dalam aktivitas PETI. "Jangan hanya lokasi saya saja yang diberitakan, masih banyak lokasi lain," ucap ALY dalam pernyataannya yang viral di berbagai media nasional.
Selain itu, ALY mengungkapkan bahwa ia merasa menjadi korban pemerasan oleh sejumlah oknum yang mengaku sebagai aparat penegak hukum (APH). Ia menyebut bahwa banyak yang meneleponnya setelah kasus ini ramai diberitakan.
Pengakuan terbuka dari ALY ini semakin memperkuat desakan publik agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku penambangan ilegal di wilayah tersebut. Aktivitas PETI tidak hanya menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi negara, tetapi juga berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan, termasuk ancaman terhadap ekosistem hutan dan keberlangsungan hidup manusia di sekitar lokasi tambang.
Tim gabungan dari media, LSM, dan aktivis lingkungan menyatakan bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan ilegal di Bengkayang dan Singkawang telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Aktivitas PETI, yang dilakukan di Desa Gua Boma dan wilayah lain seperti Kelurahan Sagatani di Kecamatan Singkawang Selatan, tidak hanya merusak lahan dan hutan, tetapi juga mengancam sumber mata pencaharian warga setempat.
Lebih lanjut, laporan dari tim gabungan tersebut menyoroti adanya dugaan kerjasama antara pelaku PETI dengan mafia minyak dan gas (Migas), yang melibatkan oknum-oknum dari aparat penegak hukum. Hal ini memperumit upaya untuk menindak tegas pelaku penambangan ilegal.
Menurut sumber tersebut, jaringan mafia ini diduga berperan dalam melancarkan aktivitas PETI di beberapa wilayah lain di Kabupaten Bengkayang, seperti Kecamatan Capkala dan Kecamatan Sungai Raya Kepulauan.
Sebelum berita ini diterbitkan, tim media gabungan menyerukan agar Presiden, Kapolri, dan Menteri terkait segera turun tangan dan menindak tegas para pelaku yang terlibat dalam perusakan hutan dan lingkungan ini. Potensi kerugian negara akibat aktivitas PETI yang tidak dikenakan pajak dipandang sebagai ancaman serius terhadap perekonomian negara, sementara dampaknya terhadap lingkungan tidak bisa diabaikan.
Masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menghentikan kegiatan penambangan ilegal ini dan mengembalikan keseimbangan lingkungan yang telah rusak. Tindakan tegas diharapkan mampu menghentikan praktik yang merugikan negara dan mengancam kehidupan di wilayah Kalimantan Barat ini.
Sumber : Tim Gabungan Media
Redaksi : Per
Social Header