Terbongkar praktik spekulasi tiket pesawat jelang Imlek 2025! Maskapai dituding langgar aturan tarif, Kemenhub janji pengawasan ketat. Baca kisah Wawan dan Siti yang gagal mudik akibat harga tak wajar!
Jakarta - Kebijakan pemerintah untuk menekan harga tiket pesawat jelang periode Natal, Tahun Baru (Nataru), dan Imlek 2025 tampak tidak diindahkan oleh sejumlah maskapai penerbangan.
Alih-alih turun, harga tiket domestik justru melonjak hingga akhir Januari 2025, memicu keresahan di kalangan calon penumpang.
Masyarakat pun menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan penerbangan yang dinilai “nakal” dan mengabaikan imbauan resmi.
Kebijakan VS Realita: Harga Tiket Tak Kunjung Turun
Pada Kamis (23/1), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara resmi mengumumkan penurunan tarif tiket pesawat domestik selama masa liburan Nataru dan Imlek 2025.
Kebijakan ini merupakan instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto untuk meringankan beban masyarakat, terutama bagi pemudik yang kerap terbebani biaya transportasi tinggi.
“Penyesuaian harga tiket adalah upaya pemerintah memastikan aksesibilitas transportasi udara yang terjangkau selama masa liburan,” tegas Juru Bicara Kemenhub, Elba Damhuri, dalam konferensi pers.
Namun, fakta di lapangan justru bertolak belakang. Pantauan media dan keluhan masyarakat menunjukkan harga tiket tetap tinggi, bahkan cenderung naik drastis.
Sebagai contoh, rute Jakarta-Pontianak pada 26 Januari 2025 pukul 21.18 WIB melalui aplikasi Traveloka mencatat harga tiket Garuda Indonesia mencapai Rp7.783.900. Padahal, tarif normal rute ini biasanya berkisar Rp1,5-2 juta.
Kenaikan serupa terlihat di sejumlah rute lain seperti Jakarta-Medan, Surabaya-Bali, dan Yogyakarta-Makassar, dengan kenaikan 200-300% dari harga biasa.
Masyarakat Kota Pontianak: Kami Terpaksa Menunda Pulang
Dampak kenaikan ini dirasakan langsung oleh warga Pontianak, Kalimantan Barat, yang kerap bergantung pada transportasi udara untuk mudik.
Wawan (42), seorang pekerja di Jakarta, mengaku terpaksa menunda rencana pulang karena harga tiket Jakarta-Pontianak melonjak hingga Rp8 juta.
“Ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin tiket hanya untuk 1,5 jam penerbangan bisa setara dengan gaji bulanan buruh,?” ujarnya geram.
Keresahan serupa diungkapkan oleh Siti Rohmahi, mahasiswa asal Pontianak yang kuliah di Jakarta.
“Sudah tiga hari saya cek harga tiket, tapi harganya terus naik. Pemerintah harusnya tegas menindak maskapai yang main-main seperti ini,” protesnya.
Spekulasi Tiket dan Mafia Penerbangan
Di balik gejolak harga, muncul dugaan praktik spekulasi tiket oleh oknum mafia.
Sekretaris Jenderal Forum Wartawan dan LSM Kalbar Indonesia, *Wawan Daly Suwandi*, menyebut adanya indikasi permainan harga yang tidak wajar.
“Masyarakat menjerit karena tiket yang seharusnya turun malah melambung. Ada pihak yang mengambil keuntungan sepihak,” tegas Wawan dalam jumpa pers didampingi penasihat hukum Dedi Kurniawan AR SH.
Praktik spekulasi ini diduga melibatkan oknum agen travel yang membeli tiket dalam jumlah besar saat harga rendah, lalu menjualnya kembali dengan harga premium saat permintaan tinggi.
Selain itu, sistem dynamic pricing yang digunakan maskapai juga dinilai kontraproduktif.
Harapan dan Realita
Kebijakan penurunan harga tiket pesawat adalah langkah mulia untuk meringankan masyarakat. Namun, tanpa pengawasan ketat dan penegakan hukum berintegritas, kebijakan ini hanya akan menjadi wacana.
Masyarakat menunggu bukti nyata: harga tiket terjangkau, akses transportasi merata, dan keadilan bagi seluruh calon penumpang.( Tim )
Social Header