Kalbar.Xpost.co.id , Kejaksaan Agung, Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui dua permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa, 4 Februari 2025.
Salah satu perkara yang diselesaikan dengan mekanisme keadilan restoratif adalah kasus pencurian yang melibatkan tersangka Maktar Wigi alias Cemak bin (Alm) Dirja, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Belitung Timur. Tersangka didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
JAM - pidum Menarangakan Kronologi Perkara,dalam penjelasannya ,
Peristiwa ini terjadi pada Kamis, 20 Juni 2024, sekitar pukul 03.00 WIB di Warung Kopi Ali, Dusun Lipat Kajang, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Saat itu, tersangka yang baru selesai membeli makan di Pasar Lipat Kajang singgah di warung kopi tersebut.
Di lokasi, tersangka melihat Saksi Korban, Suparno alias Harno bin Yakkub, tertidur di kursi panjang dengan satu unit ponsel Samsung Galaxy A53 tergeletak di lantai dekatnya. Setelah memastikan korban tidak terbangun, tersangka mengambil ponsel tersebut, mematikannya, dan membawanya pulang.
Tersangka baru menghidupkan ponsel tersebut seminggu kemudian untuk berkomunikasi dengan keluarganya di Indramayu. Namun, sebelum sempat menjualnya, tersangka telah diamankan oleh pihak berwajib.
Proses Restorative Justice
Menyikapi kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri Belitung Timur, Dr. Rita Susanti, S.H., M.H., bersama Jaksa Fasilitator Yoko Rianggi Maldini, S.H., Risdy Ardiansyah, S.H., dan Tiara Lanita, S.H., menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif.
Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui kesalahannya, menyesali perbuatannya, dan meminta maaf kepada korban. Korban menerima permintaan maaf tersebut serta meminta agar proses hukum terhadap tersangka dihentikan.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Belitung Timur mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung, Dr. M. Teguh Darmawan, S.H., M.H. Setelah mempelajari berkas perkara, Kepala Kejaksaan Tinggi sependapat bahwa kasus ini memenuhi syarat untuk dihentikan berdasarkan keadilan restoratif dan meneruskan permohonan ke JAM-Pidum.
Dalam ekspose Restorative Justice pada 4 Februari 2025, permohonan ini disetujui oleh JAM-Pidum, bersama dengan satu perkara lain yang melibatkan tersangka Stevi Son Kumayas dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Pertimbangan Penghentian Penuntutan
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diberikan dengan mempertimbangkan beberapa aspek berikut:
1. Telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban, di mana tersangka telah meminta maaf dan korban telah memberikan maaf.
2. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
3. Ancaman hukuman dalam perkara ini tidak lebih dari lima tahun penjara.
4. Tersangka berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.
5. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan, paksaan, atau intimidasi.
6. Tersangka dan korban sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan karena dinilai tidak membawa manfaat lebih besar.
7. Ada pertimbangan sosiologis serta respons positif dari masyarakat.
JAM-Pidum menegaskan bahwa para Kepala Kejaksaan Negeri yang menangani perkara ini harus menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai bentuk kepastian hukum bagi masyarakat.( Per )
Social Header