Kalbar.Xpost.co.id,Pontianak, 29 Mei 2025 — Pemerintah Kota Pontianak kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kalimantan Barat. Predikat ini menandakan bahwa laporan keuangan Pemkot Pontianak telah disusun sesuai standar akuntansi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Namun demikian, capaian WTP yang kerap dibanggakan secara administratif tidak serta merta mencerminkan keberhasilan pemerintah dalam menjawab kebutuhan substantif masyarakat. Perlu digarisbawahi, WTP adalah penghargaan administratif, bukan indikator keberpihakan anggaran kepada rakyat.
WTP diberikan karena tidak ditemukan pelanggaran hukum, penyimpangan anggaran, atau pemborosan dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan kata lain, sekalipun anggaran lebih banyak digunakan untuk belanja rutin birokrasi, pembangunan fisik yang tak menyentuh kebutuhan rakyat, atau studi banding yang tidak urgen, predikat WTP masih bisa diraih selama dokumen tersusun rapi dan sesuai aturan.
WTP: Legitimasi Administratif, Bukan Jaminan Kesejahteraan
Di banyak daerah, termasuk Pontianak, opini WTP sering kali digunakan sebagai alat legitimasi politik. Pemerintah daerah kerap menampilkan capaian ini sebagai “prestasi”, meskipun tidak ada korelasi langsung antara WTP dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Retorika semacam “kami sudah dapat WTP” kerap dipakai untuk menutupi kegagalan dalam menangani persoalan nyata seperti kemiskinan, sanitasi buruk, pengangguran, krisis pangan, dan rendahnya kualitas pendidikan.
Masyarakat Tidak Butuh Laporan Keuangan, Tapi Hidup yang Layak
Faktanya, masyarakat tidak menuntut laporan keuangan yang sempurna. Yang mereka butuhkan adalah akses terhadap air bersih, layanan kesehatan yang terjangkau, sekolah yang berkualitas, lapangan kerja yang tersedia, serta harga pangan yang stabil. Jika indikator-indikator dasar ini belum terpenuhi, maka WTP sejatinya hanya menjadi penghargaan simbolik yang memoles citra pemerintah.
Saatnya Berpindah dari Administratif ke Substantif
WTP seharusnya tidak dirayakan secara berlebihan. Ia adalah syarat minimum tata kelola keuangan, bukan puncak pencapaian pemerintah. Pemerintah yang benar-benar berpihak pada rakyat harus melangkah lebih jauh: menghadirkan anggaran yang transformatif, partisipatif, dan menyasar kelompok paling rentan.
Ke depan, Pemkot Pontianak perlu mengalihkan fokus dari sekadar mengejar pengakuan administratif menuju perencanaan dan penganggaran yang menyentuh persoalan struktural warga. Karena sejatinya, keberhasilan sebuah pemerintahan bukan dinilai dari kerapian laporan, tapi dari seberapa besar anggaran berpihak pada kebutuhan hidup rakyat banyak.
Sumber:
Dr. Herman Hofi Munawar
Pengamat Kebijakan Publik dan Pemerintahan
Publis : Peru
Social Header